Kronologi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
15 Agustus 2012
Tiga setengah abad tanah air Indonesia dijajah oleh Portugis,
Belanda, dan Jepang. Tiga setengah abad yang sarat dengan penderitaan
rakyat pribumi. Pemuda, ulama, dan aktivis pergerakan berupaya dengan
segala cara memprograndakan kemerdekaan Indonesia di forum
internasional. Penjara dan pengasingan adalah risiko biasa, konsekuensi
dari perjuangan. Usaha tanpa lelah itu akhirnya membuahkan hasil saat
Jepang (yang saat itu menduduki Indonesia) menyerah pada sekutu.
Momentum kekalahan perang yang dimanfaatkan oleh kaum pergerakan.
Kemerdekaan Republik Indonesia berhasil diproklamasikan oleh sang
dwitunggal Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Berikut adalah kronologis proklamasi kemerdekaan RI:
6 Agustus 1945
Pesawat terbang B-29 milik Amerika Serikat yang terbang di atas kota
Hiroshima pada 6 Agustus 1945 sekitar pukul 08.15 pagi melepaskan sebuah
bom atom yang populer dengan sebutan “little boy”. Sepersejuta detik
kemudian, pijaran api menjilat udara. sebuah bola api raksasa
berdiameter sekitar 280 m membumbung ke langit.
Setelah sedetik ledakan, suhu udara di permukaan tanah di bawahnya
mencapai 5.000° C. Sampai radius 600 m, suhu masih berkisar 2.000° C.
Seluruh kota Hiroshima hancur lebur. Sekitar 85 persen bangunan,
tumbuhan, dan lanskap kota hancur lebur, rata dengan tanah akibat sapuan
gelombang panas.
7 Agustus 1945
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang
Dokuritzu Zyunbi Tjoosakai
yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dibubarkan
diganti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam
bahasa Jepang
Dokuritzu Zyunbi Iinkai.
Anggota BPUPKI berjumlah 62 orang dan dilantik pada 28 Mei 1945.
BPUPKI menggelar dua kali sidang. Sidang pertama dilaksanakan pada 29
Mei–1 Juni 1945 untuk membahas rumusan Undang-Undang Dasar dan dasar
negara. Sidang kedua berlangsung pada 10-17 Juli 1945 yang fokus
membahas rumusan Undang-Undang Dasar negara Indonesia.
9 Agustus 1945
Pesawat B-29 Superfortress milik Amerika Serikat yang bertolak dari
Pulau Tinian menjatuhkan bom atom berjuluk Fat Man di kota Nagasaki.
Dalam sekejap bom itu meluluhlantakkan Nagasaki dan membunuh sekitar 80
ribu orang penduduknya. Bom atom kedua ini menyebabkan Jepang sangat
terpukul dan kehilangan kekutan untuk terus berperang melawan pasukan
Amerika Serikat dan sekutunya.
Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta Radjiman
Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km
di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka mendapatkan penegasan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang
kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
10 Agustus 1945
Di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio siaran
luar negeri yang saat itu terlarang bahwa Jepang telah menyerah kepada
Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai
hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang
dijatuhkannya pengeboman Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima
ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Berita ini kemudian tersebar di
lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
12 Agustus 1945
Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada
Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun
demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24
Agustus.
14 Agustus 1945
Tatkala Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air, Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang.
Pasalnya. Syahrir berargumen, Jepang setiap saat pasti menyerah kepada
Sekutu.
Syahrir juga menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan
bahkan siap melucuti senjata pasukan militer Jepang di Indonesia.
Syahrir juga telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke
seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan.
Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang telah menyerah. Menurut
Soekarno, jika proklamasi kemerdekaan RI dipaksakan saat itu, maka dapat
menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat
fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno juga mengingatkan
Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena
itu adalah hak PPKI.
Di lain pihak Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang.
Karena itu jika proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh PPKI maka
kemerdekaan Indonesia hanya merupakan hadiah dari Jepang.
15 Agustus 1945
Jepang secara resmi menyatakan menyerah kepada Sekutu. Tentara dan
Angkatan Laut Jepang yang berkuasa di Indonesia telah berjanji akan
mengembalikan kekuasaan Indonesia ke tangan Belanda.
Setelah mendengar kabar tersebut, para pemuda Indonesia mendesak
golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun
golongan tua tidak ingin terburu-buru. Konsultasi pun dilakukan dalam
bentuk rapat PPKI. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang
(Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein
(Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo lantas menemui Laksamana Maeda,
di kantornya di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka
dengan ucapan selamat atas keberhasilan negosiasi mereka di Dalat sambil
menegaskan bahwa ia masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sesudah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan
pertemuan PPKI pada tanggal 16 Agustus keesokan harinya di Jalan
Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
UUD.
Malam harinya, perwakilan pemuda yaitu Darwis dan Wikana menemui
Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dan kembali
mendesak agar mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 16 Agustus
1945. Namun keduanya tetap menolak ide tersebut dan bersikukuh bahwa
kemerdekaan harus dibicarakan oleh PPKI. Suasana bahkan sempat tegang
saat Soekarno memersilakan para pemuda untuk membunuhnya jika ia dipaksa
untuk melakukan ide tersebut.
16 Agustus 1945
Pada dini hari 16 Agustus 1945, golongan muda mengadakan rapat di
Asrama Baperpi, Jalan Cikini 71 Jakarta dengan keputusan untuk membawa
Soekarno dan Hatta keluar dari kota Jakarta agar tidak terkena pengaruh
Jepang. Saat itu pula, selepas Soekarno dan Hatta menikmati santap
sahur, mereka “diculik” oleh Soekarni, Yusuf Kunto, dan Syodanco Singgih
ke Rangasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi batal dilaksanakan karena
Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi
“penculikan” terhadap keduanya.
Pada sore harinya, Ahmad Soebarjo _ember jaminan bahwa
selambat-lambatnya 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta akan memproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia. Syodanco Subeno lantas (komandan kompi tentara
PETA di Rengasdengklok) memperbolehkan Soekarno-Hatta kembali ke
Jakarta.
17 Agustus 1945
17 Agustus dini hari, Soekarno dan Hatta melakukan perundingan antara
golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di
kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad
Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di
ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi
Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik.
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan
Timur 56 telah hadir para tokoh pergerakan dan Wakil Walikota Jakarta
saat itu yakni Soewirjo. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan
proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks.
Kemudian bendera Merah Putih yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati
dikibarkan, disusul dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.